Ilmu Budaya Dasar ( Kebudayaan Nangroe Aceh Darussalam)
Assalamualaikum.Wr.Wb
Pada
tanggal 23 Oktober 2019 saya Iqlima Andin Fasha mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah atau yang
sering disebut dengan TMII, saya tertarik untuk mendatangi dan mempelajari
kebudayaan dari salah satu anjungan yang ada disana yaitu anjungan Aceh. Di anjungan
Aceh saya menemui narasumber yang bernama ibu Cut Nyira, ia adalah salah satu
penanggung jawab yang bekerja di anjungan aceh, banyak hal yang saya dapatkan
dari beliau mengenai berbagai informasi tentang kebudayaan Aceh, dari mulai sejarah,
rumah adat, pakaian adat, pesawat peninggalan masyarakat aceh, lonceng
cakradonya, serta tarian-tarian khas Aceh yang akan saya jelaskan pada tulisan
ini.
Sejarah Provinsi Aceh
Aceh terletak di Pulau ujung Sumatra . dengan
jumlah penduduk kurang lebih 4,5 juta orang. Masyarakat Aceh sebagian besar
beragama islam karna Aceh adalah tempat pertama masuknya agama islam di
Indonesia dan sebagai tempat munculnya kerajaan islam pertama di Indonesia,
yaitu Peureulak dan Pasai yang dibangun oleh Sultan Ali Munghayatsyah dengan
ibu kotanya Bandar Aceh Darussalam (Banda Aceh) semakin lama wilayah aceh
bertambah luas meliputi sebagian besar pantai Barat dan Timur Sumatra hingga ke Semenanjung Malaka, adanya
daerah tersebut akhirnya terbentuklah Kesultanaan Aceh yaitu yang mempersatukan
kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat didaerah itu, Kesultanan Aceh mencapai
puncak kejayaan pada abad ke -17, yang dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda.pada
masa itu pengaruh agama dan kebudayaan islam sangat besar dalam kehidupan
masyarakat aceh, sehingga aceh mendapat julukan “Seuramo Mekkah” (Serambi
Mekkah).
Etnis di Aceh :
1. Suku Aceh
2. Suku Aneuk Jamee
3. Suku Alas
4. Suku Batak Pakpak
5. Suku Devayan
6. Suku Gayo
7. Suku Haloban
8. Suku Kluet
9. Suku Leko
10. Suku Singkil
11. Suku Sigulai
12. Suku Tamiang
Rumah Adat Aceh
Rumah
adat Aceh berbentuk persegi empat yang memanjang dari sisi Timur hingga Barat. Rumah
ini merupakan rumah panggung dengan tiang setinggi dua setengah meter hingga
tiga meter.
Bentuk rumah ini adalah percampuran budaya Melayu dan budaya Islam,
bentuk rumahnya memanjang dari Timur ke Barat yang bertujuan agar penentuan
arah kiblat menjadi lebih mudah.
Atap rumah Aceh terbuat dari daun rumbia, dan kayu nya
terbuat dari merbau.
Bagian-bagian
rumah Aceh :
1.
Seuramoe keue (Serambi depan) : untuk menerima
tamu lelaki. Posisinya berada di depan dan dapat digunakan sebagai ruang makan
dan tidur tamu lelaki.
2.
Seuramoe Jureu (Ruang tengah) : Di sisi kiri dan kanan terdapat masing-masing
satu ruang kamar. Sementara di antara kedua ruang kamar tersebut terdapat
sebuah lorong pendek sebagai jalur antara serambi depan dan belakang rumah.
3.
Seuramoe Likot (Serambi belakang) : untuk menerima tamu wanita. Sama halnya dengan fungsi serambi
depan, ruang ini dapat digunakan untuk tempat menginap dan tempat makan tamu
wanita.
4.
Pada ornament rumah Aceh terdapat tiga warna yang memiliki arti
masing-masing, Merah artinya berani, kuning artinya megah dan hijau yang
berarti makmur.
5.
Tali pada rumah Aceh berfungsi untuk meminimalisir kebakaran atau
mengurangi kerugian kecelakaan.
6.
Segitiga yang berada diatas rumah Aceh berfungsi untuk menolak
angin
7.
Ornamen bunga pada rumah aceh memiliki arti keadaan alam sekitar,
ubi jalar berarti pertimbangan kehidupan, rantai mengartikan persatuan.
Pakaian Adat Aceh
Peukayan Linto Baro
Ini
merupakan busana adat yang diperuntukkan bagi laki-laki. Mulanya busana ini
digunakan untuk menghadiri upacara adat dan kegiatan pemerintahan pada zaman
kerajaan islam yaitu Samudera Pasai dan Perlak.
Pakaian
ini terdiri dari tiga bagian penting, yaitu bagian atas, bagian tengah dan
bagian bawah.
1. Meukasah
baju
yang ditenun menggunakan benang sutra. Baju Meukasah biasanya berwarna hitam,
hal ini dikarenakan masyarakat Aceh mempercayai bahwa warna hitam ialah lambang
kebesaran.
Baju
ini tertutup pada bagian kerah dan terdapat sulaman yang dijahit menggunakan
benang emas. Ditenggarai hal ini terjadi karena perpaduan antara budaya Aceh
dan China yang dibawa oleh para pedagang yang melintas.
2. Sileuweu
Celana
panjang warna hitam yang digunakan laki-laki Aceh. Terbuat dari katun yang
ditenun dan melebar dibagian bawahnya.
3. Meukeutop
penutup
kepala yang melengkapi pakaian adat Aceh. Penutup kepala ini berupa kopiah yang
memiliki bentuk lonjong ke atas. Meukeutop dihiasi dengan lilitan yang di sebut
dengan tengkulok.
Tengkulok
adalah kain tenun sutra yang dilengkapi dengan bentuk bintang persegi delapan
yang terbuat dari emas maupun kuningan.
Meukotop
yang merupakan mahkota laki-laki ini juga termasuk bukti kuatnya pengaruh islam
yang berasimilasi dalam kebudayaan masyarakat di Aceh.
4. Rencong
senjata
tradisional penduduk Aceh yang sangat khas. Senjata tradisional yang bernama
Rencong atau Siwah digunakan sebagai penghias yang diselipkan di bagian
pinggang. Senjata ini memiliki kepala yang terbuat dari emas atau perak yang
dihiasi dengan permata.
Rencong
merupakan belati yang berbentuk seperti huruf L. Pada jaman dulu rencong yang
memiliki hiasan dipakai oleh para sultan dan pembesar. Sedangkan untuk rakyat,
bagian kepala rencong biasanya terbuat dari tanduk hewan. Mata belatinya
sendiri terbuat dari besi berwarna putih atau kuningan yang diasah tajam.
Peukayan Daro Baro
Ini merupakan pakaian adat Aceh yang diperuntukkan bagi
wanita. Pakaian ini berwarna lebih cerah jika dibandingkan dengan pakaian laki-laki
dan banyak variasi.Daro Baro juga terdiri dari tiga bagian yaitu bagian
atas, bagian tengah dan bagian bawah. Pakaian ini juga masih menggunakan ciri
yang islami.
1. Baju Kurung
Dari
bentuknya Baju Kurung merupakan gabungan dari kebudayaan Melayu, Arab dan
China. Baju ini berbentuk longgar dengan lengan panjang yang menutupi lekuk
tubuh wanita.
Baju
ini juga menutupi bagian pinggul yang merupakan aurat. Pada jaman dahulu baju
ini dibuat menggunakan tenunan benang sutra. Baju kurung memiliki kerah pada
bagian leher dan bagian depannya terdapat boh dokma.
Dibagian
pinggang dililitkan kain songket khas Aceh atau yang biasa disebut dengan Ija
Krong Sungket. Kain ini menutupi pinggul dan baju bagian bawah yang diikat
menggunakan tali pinggang yang dibuat dari emas maupun perak.
Tali
pinggang tersebut dikenal dengan nama taloe ki ieng patah sikureueng yang
memiliki arti tali pinggang patah sembilan.
2. Celana Cekak Musang
Sama
seperti celana pada laki-laki. Cekak Musang juga memiliki bentuk melebar pada
bagian bawah, namun memiliki warna yang cerah sesuai dengan baju yang dipakai.
Celana ini juga dilapisi dengan sarung tenun yang menjuntai sampai ke lutut.
Biasanya
pada pergelangan kaki celana ini terdapat hiasan berupa sulaman benang emas
yang mempercantik tampilannya. Celana ini juga sering digunakan wanita Aceh
dalam persembahan tarian tradisional
3. Perhiasan
Perhiasan
yang digunakan untuk melengkapi pakaian adat Aceh bagi wanita beraneka ragam.
Seperti Patam Dhoe yang berbentuk mahkota, pada bagian tengahnya diukir menggunakan
motif daun sulur.
Mahkota
ini terbuat dari emas dengan bagian kanan dan kirinya dihiasi oleh motif
pepohonan, daun dan bunga. Pada bagian tengahnya diukir kaligrafi bertuliskan
Allah dan Muhammad menggunakan huruf arab.
Motif
tersebut biasa disebut dengan bungong kalimah yang dikelilingi oleh bunga-bunga
dan bulatan-bulatan yang memiliki arti bahwa wanita tersebut telah menikah dan
menjadi tanggung jawab sang suami.
Selanjutnya
yaitu anting-anting yang disebut dengan subang yang terbuat dari emas dengan
motif bulatan kecil atau boh eungkot. Hiasan pada bagian bawahnya berbentuk
rumbai untuk memperindah tampilannya.
Selain
itu juga terdapat subang lain yang disebut dengan subang bungong mata uroe atau
anting yang berbentuk seperti bunga matahari.
Kemudian
ada kalung yang dibuat dari emas yang memiliki enam buah keping bentuk hati dan
satu buah keping berbentuk mirip kepiting. Kalung ini oleh masyarakat Aceh
biasa dikenal dengan sebutan Taloe Tokoe Bieng Meuih.
Ada
pula kalung yang terbuat dari emas bermotif daun sirih, dan juga kalung azimat
yang memiliki manik-manik bermotif boh bili. Lalu ada gelang tangan atau Ikay,
Gleuang Goki atau gelang kaki dan juga cinci Euncien Pinto Aceh yang terbuat
dari emas kuning maupun putih.
Pernikahan Adat Aceh
Pada
dasarnya pernikahan yang dilakukan di Aceh sama saja seperti layaknya yang kita
lakukan, proses yang dilakukan dimulai dari lamaran (ba ranup), pertunangan
(jak ba tanda), pernikahan, dan yang terakhir adalah pesta. Namun, pertunangan
dalam adat aceh masih sangat kuat menjunjung tinggi nilai islami dan masih
menimbulkan perdebatan banyak pihak , dalam islam sendiri tidak mengenal
pertunangan, namun saat ini sudah banyak yang melakukan pertunangan.
Dalam
kebudayaan Aceh pengantin yang baru menikah datang ke tempat saudara kemudian
diberikan salam temple (memberikan uang). Di Aceh juga jika ada anak yang baru
lahir jika datang kerumah saudara lidahnya akan diteteskan dengan sedikit air
garam atau air gula.
Pesawat RI-001 (Seulawah)
Jenis
pesawat RI-001 yaitu : DOUGLAS C-47. Pesawat ini dibeli pada pertengahan tahun
1948 dengan dana sumbangan Rakyat Aceh. Mulanya digunakan sebagai jembatan
udara untuk menghubungkan daerah-daerah De facto yaitu Jawa dan Sumatra, karena
sebagai penunjang perjuangan fisik bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan.
Akhir tahun 1948 Yogyakarta pusat pemerintahan RI termasuk lapangan udara “MAGUWO”
yang sekarang bernama “ADI SUCIPTO” diduduki tentara Belanda sehingga pesawat
RI-001 dioperasikan diluar negeri untuk mencari dana untuk perjuangan RI. Dimulai
dengan pesawat RI-001 “Indonesia Always” sebagai penerbangan niaga pertama Indonesia
yang beroperasi di Burma.
Lonceng CakraDonya
Lonceng
ini merupakan sumbangan dari China yaitu Laksana CHENG HO pada tahun 1414. Dinasti
Tang tahun 1414. Lonceng ini sebagai
tanda cenderamata atau hubungan kerjasama dengan negara China. Lonceng ini
sudah duplikati. Ketika masih dalam kekuasaan Sultan Iskandar Muda lonceng
cakradonya dipakai sebagai alat pemanggil jika ada hal-hal darurat terjadi di laut, namun ketika kapal induk Aceh
dirampas Portugis keberadaan lonceng ini sempat berpindah tangan “ setelah
kapal induk itu dirampas oleh Portugis lonceng dikembalikan ke kesultanan” usai
dikembalikan lonceng ditempatkan di istana Darud dunia disudut kanan masjid
Baitturahman, fungsinya pun berubah dari semulu sebagai kode jika ada darurat
kemudian menjadi alat pemanggil orang shalat dan penanda buka puasa.
Tari
Kebudayaan Aceh
1. Tari Saman : merupakan kesenian asli
suku Gayo di dataran tinggi Gayo, Provinsi Aceh Tenggara. Tari yang kental
dengan nuansa Islam ini termasuk di antara kesenian tradisional Indonesia yang
telah mendunia.
2. Tari Seudati : Seudati merupakan tarian khas Aceh yang keberadaan
awalnya diketahui dari Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh Utara. Tari ini
dulunya bernama Ratoh yang berarti penceritaan tentang apa saja yang
berhubungan dengan aspek sosial-kemasyarakatan. Adapun nama Seudati berasal
dari shahadatayn (dua kalimat syahadat).
Seudati merupakan media dakwah
yang disampaikan dalam keindahan dan kekompakkan gerak. Berciri khas heroik,
gembira serta menggambarkan kebersamaan dimana seluruh bagian tubuh para penari
bergerak ketika menarikannya. Sebuah tarian agresif yang dibawakan oleh 8
penari yang masing-masing diberi jabatan tersendiri.
3. Tari Tarek Pukat merupakan kesenian yang
terinspirasi dari budaya masyarakat pesisir Aceh, yakni Tarek Pukat. Tarek
Pukat merupakan tradisi menangkap ikan dengan cara menarik jala secara
gotong-royong. Hasil tangkapan ikannya kemudian dibagi rata kepada mereka yang
ikut serta menarik jala.
4. Tari Tarek Pukat biasa dipertunjukkan oleh 7 penari perempuan yang berbusana
tradisional Aceh. Mereka menari sambil membawa instrumen pelengkap berupa tali
yang difungsikan untuk mewakili jala atau yang dalam bahasa Aceh disebut pukat.
Tarian ini disajikan dengan diiringi nyanyian dan musik khas Aceh.
5. Tari Likok Pulo adalah seni tari pesisir. Hal
ini telah diisyaratkan oleh namanya, “Likok” berarti gerakan tari sedangkan
“Pulo” berarti pulau. Pulau yang dimaksudkan disini adalah Pulo Aceh atau Pulau
Beras (Breuh) yakni sebuah pulau yang berada di daerah Aceh Besar di ujung
pelosok utara Pulau Sumatera.
Tari
ini dibawakan oleh 10-12 penari dengan properti bambu seukuran jari telunjuk.
Mereka menari dalam formasi duduk memanjang dengan posisi selang seling atas
bawah. Setiap gerakan yang dihadirkan biasanya memuat nasehat-nasehat yang
disampaikan melalui syair oleh penari utama yang biasa disebut Syekh.
6. Tari Laweut adalah salah satu dari ragam
tarian tradisional Aceh, tepatnya berasal dari Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.
Seiring perkembangan, selanjutnya tarian ini pun menyebar di seantero Aceh dan
menjadi salah satu tarian populer bersama dengan Tari Saman dan Tari Seudati.
Tari
ini dulunya bernama Seudati Inong. Bisa dikatakan Tari Laweut merupakan Tari
Seudati versi perempuan. Banyak kesamaan diantara dua tarian ini, gerakan dan
pola tarian, proses serta tehniknya, bahkan sama-sama melibatkan 8 penari
dengan 1 syahi (penyanyi) yang sekaligus memimpin tarian.
Pelajaran serta informasi yang saya dapatkan
dari kunjungan saya ke anjungan Aceh sangat memuaskan, dengan itu saya bisa
mengetahui banyak hal yang sebelumnya tidak saya ketahui dari kebudayaan yang
dimilki oleh Aceh, salah satu dari kebudayaan Aceh yang sangat saya kagumi dari
dulu adalah tarian khas nya yaitu Ratoeh Jaroeh, kekompakan serta kelenturan yang
dilakukan oleh para penari membuat saya tertarik untuk bisa mengikuti tarian
tersebut, bermula dari mengikuti tari ratoeh jaroe rasa bangga dan cinta saya
terhadap kebudayaan di Indonesia semakin bertambah, terutama dengan kebudayaan
khas Aceh. Dan dengan adanya tulisan ini, saya berharap para pembaca juga bisa
mendapatkan informasi dan pelajaran yang mungkin sebelumnya masih belum
diketahui, dan dari tulisan ini juga, saya berharap bisa menumbuhkan rasa cinta
para pembaca akan kebudayaan-kebudayaan
yang ada di Indonesia.
Dan dengan adanya tulisan ini, kita semua juga bisa sama-sama menerima
perbedaan yang ada pada setiap kebudayaan, menegakan sikap toleransi
antarsesama, dan memperkuat persatuan seluruh masyarakat Indonesia tanpa
membeda-bedakan atau membanggakan salah satu daerah saja. Dengan berjalan
dengan baiknya ketiga hal tersebut, tidak akan ada bentrokan yang terjadi antar
daerah, hidup kita akan damai dan tentram karna individu dengan individu maupun
kelompok dengan kelompok saling menghargai perbedaan yang ada. Seperti semboyan
bangsa Indonesia yang berbunyi “ Bhineka Tunggal Ika”.
Terimakasih
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar